Kurikulum merupakan arahan dalam kegiatan pengajaran. Setiap perubahan kuirkulum baik sedikit atau menyeluruh jelas memerlukan dana besar. Yah mesti harus sosialisasi ke pelaku pengajaran dalam hal ini guru. Mungkin itu kegiatan yg boros dana. Lalu mengapa harus repot-repot menambah hutang kalo hanya sekedar mensosialisasikannya. Tidak adakah alternatif yg jauh jauh jauh jauh lebih hemat. Jelas ada dong yakni dengan memanfaatkan teknologi internet. Tapi mengapa tidak digunakan secara maksimal. Wah kalo sudah begitu urusannya menjadi lain, karena banyak pihak yg hanya bisa meraup untung dari kegiatan sosialisasi.
Padahal pelaksanaan dilapangan perubahan kurikulum itu tak sebegitu besar maknanya, karena output dan outcome tidak-lah begitu signifikan dibandingkan pengeluaran yg mesti harus dihutangkan oleh negara. Kok….
Endonesa, endonesa…. semua rasa-rasanya dicekok-kan guru sebagai pelaku dilapangan sering tidak menjadi pertimbangan, pokoknya asal mau saja orang”pusat”.Perubahan kurikulum kalo tidak bisa membawa dampak yg siginifikan mengapa harus dilaksanakan, apakah pemerintah bingung menghabiskan dana yah? Atau mungkin karena ingin mengejar agar anggaran pendidikan 20% dari APBN sehingga “mengada-ngada” lalu dibuatlah perubahan-perubahan yg tidak memperhatikan kondisi real mulai dari kondisi keuangan negara, rakyat (siswa-guru-orang tua). Di negara ini memang setiap orang tidak dipersiapkan untuk selalu siap dengan perubahan, maka dilakukan perubahan lalu merasa bener-bener harus di ubah segalanya.
Lalu siapakah yg diuntungkan dengan kegiatan yg selalu gonjang-ganjing menyangkut kurikulum ini?
YAh di perguruan tinggi memang tidak menyiapkan agar para mahasiswanya sanggup melakukan diversifikasi kurikulum dan segala dampaknya. Begitu jadi guru ngekor terus. Demikian pula dari atas selalu ingin mencekoki dan membuat skenario begini-begitu yg memberangus kreatifitas guru dalam mengimprovisasi kurikulum yg ia pakai.
Kalaupun ada kurikulum baru terkesan basa-basi…ketulusan hilang…. hasil tidak ada tapi dana pasti keluar banyak….
Sumber: http://urip.wordpress.com/2006/09/22/gonjang-ganjing-kurikulum/
Padahal pelaksanaan dilapangan perubahan kurikulum itu tak sebegitu besar maknanya, karena output dan outcome tidak-lah begitu signifikan dibandingkan pengeluaran yg mesti harus dihutangkan oleh negara. Kok….
Endonesa, endonesa…. semua rasa-rasanya dicekok-kan guru sebagai pelaku dilapangan sering tidak menjadi pertimbangan, pokoknya asal mau saja orang”pusat”.Perubahan kurikulum kalo tidak bisa membawa dampak yg siginifikan mengapa harus dilaksanakan, apakah pemerintah bingung menghabiskan dana yah? Atau mungkin karena ingin mengejar agar anggaran pendidikan 20% dari APBN sehingga “mengada-ngada” lalu dibuatlah perubahan-perubahan yg tidak memperhatikan kondisi real mulai dari kondisi keuangan negara, rakyat (siswa-guru-orang tua). Di negara ini memang setiap orang tidak dipersiapkan untuk selalu siap dengan perubahan, maka dilakukan perubahan lalu merasa bener-bener harus di ubah segalanya.
Lalu siapakah yg diuntungkan dengan kegiatan yg selalu gonjang-ganjing menyangkut kurikulum ini?
YAh di perguruan tinggi memang tidak menyiapkan agar para mahasiswanya sanggup melakukan diversifikasi kurikulum dan segala dampaknya. Begitu jadi guru ngekor terus. Demikian pula dari atas selalu ingin mencekoki dan membuat skenario begini-begitu yg memberangus kreatifitas guru dalam mengimprovisasi kurikulum yg ia pakai.
Kalaupun ada kurikulum baru terkesan basa-basi…ketulusan hilang…. hasil tidak ada tapi dana pasti keluar banyak….
Sumber: http://urip.wordpress.com/2006/09/22/gonjang-ganjing-kurikulum/
Title : Gonjang-ganjing Kurikulum Pendidikan
Description : Kurikulum merupakan arahan dalam kegiatan pengajaran. Setiap perubahan kuirkulum baik sedikit atau menyeluruh jelas memerlukan dana besar. Y...
Description : Kurikulum merupakan arahan dalam kegiatan pengajaran. Setiap perubahan kuirkulum baik sedikit atau menyeluruh jelas memerlukan dana besar. Y...
0 Response to "Gonjang-ganjing Kurikulum Pendidikan"
Post a Comment