Transformasi Gerakan Mahasiswa Dalam Membangun Peradaban Bangsa

Bangsa ini sedang berada pada persimpangan sejarah. Sedang kebingungan ke mana akan melangkah. Bangsa ini perlu ada yang memandu. Bangsa ini terkesampingkan maknanya. Kebanyakan generasi muda inteleknya lebih senang berhura-hura, malas berpikir dan berdiskusi, tidak serius belajar serta terlanjur terjerumus dalam manuver modernisasi yang membuat mereka menjadi kaum oportunis. Mereka adalah manusia yang dididik agar menjadi intelektual yang kontributif, mampu mamahami permasalahan di sekitarnya, kemudian menganalisis serta memformulasikan solusi masalah tersebut dalam bentuk nyata. Tapi apa daya. Definisi tak selaras dengan implementasi. Mereka belum mampu membuat harapan bangsa ini menjadi kenyataan yang lebih baik dari sebelumnya. Kebanyakan mereka tidak memaknai peran yang diemban, posisi di mana mereka berada, serta fungsinya di mata masyarakat. Hanya lebih menonjolkan individualisme yang demikian melambung. Mereka adalah anak manusia yang di dadanya menyandang label MAHASISWA. Generasi–yang katanya–harapan bangsa.

Apa arti kata MAHA di depan kata SISWA?

Pertanyaannya sekarang. Ke manakah para pemuda intelektual terdidik saat ini? Ke manakah para penerus cita-cita bangsa di zaman ini? Di mana kemandirian mereka selaku pengemban amanah rakyat? Mana kegarangan teriakan mahasiswa yang telah meruntuhkan Kerajaan 32 tahun Soeharto?

Jawabannya mungkin bisa terpuaskan jika kita berkeliling kota malam ini. Nongkrong di mall, berkumpul di simpang jalan dengan sekumpulan motor beserta teman-temannya, berdesakkan di konser musik, bersesak-sesak mengantri di loket peluncuran album sebuah grup band, dan berpeluh-peluh keringat di pub sambil menghabiskan dua botol bir.

Mungkin tidak semua. Tapi itulah kenyataannya kini. Gaung hedonisme sudah tak bisa lagi dibendung oleh antibodi idealitas semangat antikemapanan. Dampak negatif globalisasi seakan menghujam deras dalam alur pikiran mereka. Membuat dangkal kreativitas dan menumpulkan kemandirian. Sayangnya zaman ini membuat mereka condong pada satu pilihan yang mengerdilkan intelektualnya.

Sebagai insan akademis yang selalu mencari kebenaran ilmiah, mahasiswa selalu diharapkan mampu memahami keberadaannya berlandas pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma merupakan misi yang diembankan masyarakat kepada perguruan tinggi di mana mahasiswa berada di dalamnya dan mendukung tercapainya misi tersebut. Maka inilah mengapa mahasiswa memiliki power untuk menunjukkan arti kata ‘maha’ di depan kata ‘siswa’

Mahasiswa selalu memiliki kemandirian lebih dalam konteks ia memandang hidupnya. Sebagai kelas minoritas yang memiliki kelebihan pikiran dan waktu luang, mahasiswa kerap muncul sebagai pelopor gerakan perlawanan atau perbaikan terhadap kondisi ketidakidealan masyarakat. Gerakan ini dilandasi oleh kesadaran moral, tanggung jawab intelektual, serta pengabdian sosial. Kesadaran inilah yang dulu diyakini membuat mahasiswa memiliki bergaining position di negara ini.

Menyibak Sejarah Pergerakan Mahasiswa

Banyak pergerakan yang dibangun oleh mahasiswa telah melahirkan perubahan di negara ini atau setidaknya apa yang mereka perjuangkan telah melahirkan cetak sejarah bagi bangsa. Pergerakan mahasiswa yang dibangun di negeri ini dulu telah membuat bangsa ini kaya akan sejarah. Mereka menyadari bahwa kebutuhan rakyat saat itu menjadi demikian penting untuk mereka bahas dan cari solusinya. Wujud nyata dari perjuangan mereka dalam menumbuhkan kepedulian terhadap rakyat, membuat mereka menjadi kaum yang kritis, reaktif terhadap ketidakadilan, dan kontrol terhadap jalannya berdemokrasi di negara ini.

Pada zamannya pergerakan mahasiswa di berbagai negara telah melahirkan gejolak sosial yang sangat memberikan pengaruh pada situasi dan wacana pergerakan mahasiswa di berbagai negara lainnya. Demikian juga di Indonesia. Pergerakan mahasiswa di Bolivia, Argentina, Korsel, Filipina, Cina, Iran, dan negara lainnya telah menularkan semangat pergerakan pada mahasiswa Indonesia kala itu. Baik pada masa kebangkitan nasional (1908), masa inisiasi persatuan (1928), masa perjuangan kemerdekaan (1945), masa pergolakan kemerdekaan (1966), dan terakhir masa perjuangan reformasi (1998). Selain pada masa itu, pergerakan mahasiswa telah melahirkan peristiwa sejarah yang sangat dikenang. Di antaranya ada peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari 1974) dan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus) pada tahun 1978 di ITB sebagai tindakan represif penguasa saat itu terhadap diterbitkannya ‘Buku Putih Perjuangan Mahasiswa Indonesia’ yang terkenal dengan nama “Gerakan Anti kebodohan”. Dari semua akumulasi perjuangan generasi muda intelekual Indonesia telah banyak agenda yang telah dihasilkan dimulai dari masa kebangkitan nasional yang berhasil menyadarkan rakyat bahwa Indonesia harus bangkit dan melawan terhadap segala bentuk kolonialisasi yang ada. Hasil dari masa ini adalah berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi formal pertama yang didirikan oleh kaum muda pribumi yang intelek. Pada masa inisiasi persatuan (1928) telah melahirkan sumpah pemuda yang intinya menginginkan adanya komponen-komponen yang dapat membentuk sebuah bangsa terwujud. Tahun 1945 mahasiswa selain bertugas untuk menuntut ilmu, mereka juga disadarkan untuk peduli dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa. Banyak mahasiswa yang terlibat pada masa ini, dan hasil yang diperoleh adalah sangat fenomenal (dan mahasiswa saat itu mengambil peran yang cukup besar juga), yaitu kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1966 lahirlah Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) di mana di sana mahasiswalah yang menjadi pelopor. Puncaknya dan peristiwa yang paling fenomenal adalah pada tahun 1998. Generasi inilah yang berani menggulirkan semangat reformasi. Pada masa ini marak terjadi aksi-aksi penumbangan rezim orde baru.

Pada masa itu orientasi dan arah gerakan mahasiswa telahlah jelas. Mereka telah memiliki visi bersama untuk bergerak dan berani melahirkan kepedulian terhadap penderitaan rakyat saat itu. Kesadaran dan kekritisan adalah sikap yang sangat dasar untuk dibangun dalam karakter mereka. Atas dasar menjadi bagian dari masyarakat, mereka bergerak. Maka pada masa itu terkenallah dengan sebutan aktivis. Semua aktivis itu dicetak dengan pola kaderisasi yang rapi melalui kelompok-kelompok studi warisan para seniornya. Mereka dibekali dengan pemikiran dan wacana sosial politik yang berkembang sambil digugah untuk melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka.

Atas dasar itulah sikap kepemimpinan yang mereka bangun. Budaya berdiskusi sangat kental sekaligus fokus dan mengena yang terjadi pada masa itu. Wacana sosial yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga membuat mereka menyadari keberadaan mereka sebagai insan akademis yang selalu memakai kaidah kebenaran ilmiah. Penanaman nilai yang dilakukan adalah bagaimana mereka mewujudkan kepedulian mereka. Dengan basic pola kaderisasi dan penanaman nilai, mereka telah membuat sendiri perspektif kepemimpinan menurut mereka. Tak perlu dipungkiri bahwa gerakan yang mereka bangun telah ikut menorehkan sejarah perjuangan bangsa ini. Inisiasi mereka telah melahirkan kuncup peradaban bangsa yang nantinya diharapkan terus berkembang lewat tangan dan pemikiran kaum muda ini.

Gerakan Mahasiswa Dulu dan Kini : Transformasi

Pergerakan mahasiswa lain dulu lain sekarang. Tantangan dan peluang yang dihadapi pun berbeda. Antara kolonialisasi dan globalisasi. Setiap masa memiliki zamannya masing-masing. Setiap masa memiliki sarana pembelajaran dan aktualisasi masing-masing. Setiap masa memiliki cara menjawab tantangan zaman dan masa depan. Oleh karena itu jelas pergerakan mahasiswa per-masa-nya pasti akan berbeda

Kita mengenal gerakan mahasiswa harus berlandas pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka haruslah perguruan tinggi bertugas untuk menanamkan nilai-nilai Tri Dharma tersebut. Secara substantif, keberadaan mahasiswa di perguruan tinggi tak terlepas dari peran perubahan yang dimiliki oleh setiap perguruan tinggi. Dalam perspektif tertentu, mahasiswa juga merupakan aset masa depan sebuah bangsa, karena mereka adalah kelompok minoritas dari masyarakatnya yang terpelajar. Dengan demikian, mahasiswa secara mitos selalu diagungkan sebagai calon-calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Namun, sejauh mana relevansi dari asumsi tersebut dengan realitas yang ada?

Kenyataan menunjukkan bahwa mahasiswa adalah bagian dari mereka yang juga menjadi masalah dari bangsa ini. Ketidakmampuan perguruan tinggi membangun kapasitas keilmuan yang secara kritis mampu memberikan banyak perspektif epistemis, juga berpengaruh pada kualitas mahasiswa yang dihasilkannya. Perguruan tinggi hanya sekedar menjadi mesin/pabrik yang melahirkan produk massal yang bernama sarjana, yang bahan mentahnya adalah mahasiswa. Perguruan tinggi juga hanya menjadi konsumen yang mengikuti selera pasar dalam melahirkan produk-produknya. Dalam konteks lain, perguruan tinggi kemudian menjadi kelompok oportunis yang dibungkus oleh legitimasi ilmiah yang demikian canggih.

Keadaan ini membawa konsekuensi pada tidak adanya hubungan yang baik antara gerakan pemikiran kritis di satu sisi, dengan kecenderungan perkembangan perguruan tinggi yang mengarah pada pemikiran dominan (neoliberalisme) di sisi lain. Pada titik inilah sebenarnya terjadi benturan yang sangat berat di internal sebuah perguruan tinggi, yang secara langsung mempengaruhi cara berpikir mahasiswanya. Akibatnya, mayoritas mahasiswa adalah mereka yang tidak kreatif, tidak inovatif, tidak kritis, serta tidak mempunyai visi perubahan secara esoterik dalam memandang masa depan masyarakatnya. Dampak negatif dari globalisasi yang merasuki segala bidang kehidupan masyarakat.

Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung berakibat pada dinamika gerakan mahasiswa yang terbangun dari dalam kampus. Terkadang kita hanya bisa mengurut dada tatkala melihat mayoritas mahasiswa yang apatis, hedonis, dan tidak peduli dengan lingkungannya. Sementara di pihak lain kita juga bisa menemukan sedikit mahasiswa yang kritis, yang dengan kembang kempis mencoba melakukan sesuatu untuk perubahan masyarakatnya. Ironis! Padahal harusnya pada zaman sekarang ini yang mengusung tema globalisasi di mana-mana, mahasiswa harusnya menjadi subjek penilai terhadap keberjalanan proses ini, bukannya turut menjadi objek. Jelas ini menimbulkan masalah.

Gerakan mahasiswa yang dibangun saat ini dengan memakai metode pergerakan masa lalu dinilai tidak memberikan perkembangan berarti dalam merumuskan kembali peradaban bangsa. Metode-metode konvensional seperti aksi (demonstrasi) sayangnya menjadi sebuah tindakan yang terlalu reaktif, dan dianggap sebagai metode satu-satunya. Maka apabila kita lihat metode pergerakan masa kini dan masa lalu sebenarnya tidaklah jauh berbeda, sayang sekali hasilnya sangat berbeda jauh. Pemerintah kini tidak lagi khawatir dengan yang namanya aksi, masyarakat kini telah menganggap itu hanya ritual kemahasiswaan saja. Ditambah lagi dari keapatisan mahasiswa. Ketidakberlanjutannya mereka dalam menjaga komitmen mereka untuk bergerak. Mereka memang selalu ikut ambil bagian dalam tiap-tiap aksi, akan tetapi setelah itu kemudian mereka malas-malasan, tidak mau serius belajar, tidak mau serius berfikir, tidak mau serius berencana dan tidak mau serius berdiskusi bagaimana caranya menawarkan solusi dalam setiap permasalahan yang dihadapi. Parahnya lagi di antara mereka banyak yang berkoar-koar mengenai fasilitas rakyat, ia sendiri yang malah menggunakan fasilitas rakyat itu dengan tidak bertanggung jawab. Maka metode yang dibangun masa kini haruslah menjadi tinjauan ulang yang harus dirumuskan oleh mahasiswa dalam setiap gerakannya. Karena hakikat gerakan itu adalah memberikan pengaruh. Apalagi dalam menghadapi era globalisasi yang sangat kompleks. Agaknya persoalan gerakan harus memiliki dasar dan pedoman yang harus diemban oleh setiap mahasiswa yang masih memiliki kepedulian dalam hatinya.

Maka dari itu idealnya, gerakan, sebagai sebuah proses untuk menumbuhkan sense of leadership mahasiswa diperlukan transformasi. Arti transformasi di sini bukan berarti mereduksi semua metode gerakan kemahasiswaan yang dulu sudah berkembang, akan tetapi lebih dikaitkan pada persoalan atau permasalahan yang menjadi dampak negatif dari globalisasi. Misalnya kebutuhan akan pangan, kerusakan lingkungan, kelaparan, kebutuhan akan energi dan teknologi tepat guna, permasalahan sosial kemasyarakatan, dan lain sebagainya.

Transformasi gerakan mahasiswa yang dibangun untuk masa depan harus memenuhi irisan antar beberapa kepentingan oleh setiap pihak. Sifat gerakan yang dibangun idealnya adalah:

Membangun Karakter Kebangsaan.

Menciptakan Pemimpin Masa Depan (Labatorium Kepemimpinan).

Gerakan Konstruktif (keprofesian dan teknologi, Pengabdian Masyarakat, Entrepreneurship).

Kemudian timbul pertanyaan. Siapakah yang akan memainkan peran untuk mengambangkan sifat gerakan tersebut. Sifat gerakan yang pertama yang harus ditampilkan adalah membangun karakter kebangsaan, sekarang ini banyak mahasiswa yang melandasi gerakannya dengan karakter NATO (No Action Talk Only) atau omdo alias omong doang. Inilah sebenarnya kondisi yang memprihatinkan. Perguruan tinggi yang berperan sebagai lembaga yang ikut turut andil dalam penanaman atau pengajaran, haruslah menanamkan pembangunan karakter, agar sifat ini lebih didasari oleh semangat untuk menjaga keutuhan. Untuk menyadari betapa pentingnya kontribusi gerakan terhadap arah membawa bangsa ini selanjutnya. Perguruan tinggi harus mampu mewujudkan karakter itu yang ada pada mahasiswanya. Dengan berlandas pada potensi dasar manusia (fisik, akal, jiwa) metode pembangunan karakter mahasiswa harus terus ditingkatkan agar dia mengerti seberapa penting perannya dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Membangun Karakter Kebangsaan harus terintegrasi ke dalam sebuah sistem tata nilai yang dianut oleh mahasiswa. Nantinya pembangunan karakter ini juga yang akan membentuk pola pikir ilmiah, kritis, idealisme, dan kepeloporan. Pola pikir inilah yang mendasari sebuah gerakan. Gerakan dalam sebuah wujud protes terhadap kondisi sosial yang dinilai tidak adil.

Transformasi gerakan juga harus memunculkan generasi-generasi yang mampu memimpin bangsa ini. Sudah saatnya kaum muda, terutama mahasiswa, mempersiapkan untuk memproyeksikan diri menjadi pemimpin. Mencetak pemimpin muda adalah sebuah urgensi untuk mendinamisasi keberjalanan bangsa ini. Untuk para mahasiswa tempalah diri kalian di berbagai organisasi, baik itu bersifat sosial, politik, ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lainnya. Organisasi merupakan sarana yang paling tepat dalam mempersiapkan mentalitas kepemimpinan mahasiswa yang nantinya akan menjadi penopang budaya kepemimpinan nasional yang saat ini masih morat-marit dan memalukan. Belajarlah mengenal bidang yang disukai agar dapat memberikan perspektif kritis tentang kepemimpinan (leadership) yang secara visioner mampu merumuskan pola kehidupan bersama yang lebih baik di masa yang akan datang. Ambillah peran strategis yang dapat meningkatkan skill leadership. Dalam menumbuhkan skill leadership, ada beberapa faktor yang dapat menunjang skill tersebut. Pertama, harapan. Harapan adalah matahari di langit jiwa. Tidak ada sesuatu yang sangat dibutuhkan saat reruntuhan kekalahan menghimpit jiwa kita selain dari harapan yang dapat mengembalikan rasa percaya diri untuk bangkit kembali. Di sinilah fungsi seorang pemimpin dan nilai yang dianutnya! Kedua, mengubah diri. Harapan itu menimbulkan tekad untuk mengubah diri, dari hal yang kecil hingga hal yang besar. Menjadi teladan, adalah cara yang efektif dalam mempengaruhi orang. Ketiga, mencari visi terhadap perubahan. Para penggerak tidak bisa bekerja tanpa perencanaan, mereka butuh planning untuk memelihara semangat gerakannya. Pun ketika ia tidak menemukan orang yang dicari, ia akan membuatnya sebelum energinya habis. Maka dari itu risaulah terhadap penyakit-penyakit yang menyerang bangsamu hari ini. Buatlah kegelisahan hati dengan membaca koran, berita, dan media-media tentang bangsa ini. Bukalah mata atas penjajahan asing atas sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin menipis. Kemudian berpikir untuk menjadi pembuat kebijakan strategis di negeri ini. Bangkitkanlah negeri ini ketika kau menjadi pemimpin nanti. Lawanlah semua ekses negatif globalisme. Tumbuhkanlah dalam diri kita keberanian menentang tirani. Serta ingatlah bahwa transformasi gerakan ini harus memunculkan hasil yang signifikan bagi bangsa ini.

Constructive Movement : The Real Transformation Movement

Transformasi gerakan yang ketiga merupakan wujud konkret gerakan yang bersifat pengabdian dan tentunya akan mengarahkan bangsa ini pada kemakmuran dan mungkin kesejahteraan. Dengan gerakan konstruktif yang terdiri dari pengembangan keprofesian mahasiswa dan penerapan teknologi, pengabdian masyarakat, dan kegiatan berwirausaha, diharapkan peran serta kepemimpinan mahasiswa sebagai kaum muda dalam perannya sebagai agent of change, guardian of value dan iron stock menjadi solusi terhadap permasalahan bangsa.

Dengan pengembangan keprofesian dan teknologi yang menjadi inti pengetahuan mahasiswa, diharapkan dapat mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di bangku sekolah untuk diabdikan terhadap masyarakat dan bangsa. Metode yang dilakukan adalah dengan sedikit menggeser minat kita terhadap hal yang lebih luas kepada kegiatan-kegiatan penelitian dan keprofesian. Harus ditanamkan kesadaran dalam benak mahasiswa bahwa mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah merupakan tanggung jawab moral yang harus dipenuhi. Didasari oleh permasalahan bangsa yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maka mahasiswa berkesempatan untuk ambil peran dalam penyelesaian masalah tersebut. Misalnya teknologi dalam pemanfaatan energi untuk listrik, teknologi dalam mengelola lingkungan, teknologi informasi dan komunikasi, teknologi ketahanan pangan dan banyak lagi teknologi yang dalam perspektif pengajaran di perguruan tinggi bisa dikembangkan lebih lanjut untuk kemanfaatan masyarakat dan bangsa ini. Bukan hal yang tidak mungkin mahasiswa melakukan itu dan banyak sarana serta wadah untuk menampung kreativitas mahasiswa dalam mengembangkan keprofesiannya untuk kegunaan. Di antara ada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI), serta masih banyak lagi kegiatan-kegiatan yang telah banyak melahirkan karya nyata sebagai kreativitas intelektual mahasiswa. Semua karya nyata tersebut tentunya dilandasi atas dasar wujud kontribusi mahasiswa terhadap bangsa.

Jikalau karya nyata itu telah banyak dan termanfaatkan dengan baik, maka perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan Indonesia akan lebih maju. Dengan Iptek yang maju bukan tidak mungkin bangsa ini menjadi bangsa yang terpandang di dunia internasinal. Semua itu akan menjadi cita-cita besar mahasiswa untuk bangsa.

Mahasiswa pun harus bergerak dalam konteks yang lebih real lagi selain mengembangkan keprofesiannya. Keprofesian itu akan lebih terdayagunakan apabila mampu diimplementasikan dalam kegiatan yang bersifat pengabdian. Hal ini merupakan cerminan dari tri dharma perguruan tinggi. Misalnya mengadakan kegiatan Bina Desa atau terlibat dalam mitigasi bencana alam ataupun pelestarian lingkungan. Bahkan kalaupun di lingkungan sekitarnya ada kegiatan kerja bakti dan mahasiswa mengikuti kegiatan tersebut, maka itu adalah wujud kontribusi yang riil walaupun kecil, tapi mungkin demikian berarti bagi masyarakat di sekitarnya. Sekali lagi kegiatan tersebut harus dilandasi dengan kesadaran tanggung jawab mahasiswa sebagian bagian dari masyarakat.

Efektivitas keilmuan dan latar belakang ilmu akan lebih bermanfaat lagi apabila melibatkan banyak pihak, baik orang lain maupun dirinya sendiri. Dengan melahirkan semangat wirausaha serta upaya untuk mengimplementasikannya akan sangat berguna setidaknya bagi mahasiswa itu sendiri. Setidaknya ia tak akan menambah beban pengangguran yang menjadi salah satu masalah bangsa saat ini. Ia juga membantu pemerintah dalam membuka lapangan kerja baru. Berwirausaha merupakan sebuah wujud gerakan mahasiswa dalam sisi yang mungkin tidak terpikirkan selama ini. Setidaknya negeri ini membutuhkan orang yang berjiwa entrepreneur lima persen setiap tahunnya (ITB dan Manusia ITB untuk Indonesia Incorporated, Cardiyan HIS, President & CEO PT. SWI Group, Jakarta). Peluang mahasiswa dalam menumbuhkan dan menularkan semangat wirausaha sekarang ini sangat terbuka lebar. Asalkan memiliki keteguhan dan kesungguhan untuk berusaha mandiri.

Semua wujud transformasi gerakan tersebut semakin membuka penempatan peran serta kemampuan kepemimpinan mahasiswa sebagai generasi muda untuk turut ambil bagian dalam penyelesaian masalah bangsa. Ikhtiar yang dilakukan mudah-mudahan dicatat sebagai langkah revolusioner untuk mewujudkan tatanan bangsa Indonesia yang madani, adil, makmur, dan berkesejahteraan. Konsep berpikir dalam mewujudkan gerakan-gerakan yang disebutkan di atas sebenarnya masih menggunakan metode bagaimana mahasiswa masa lalu berpikir akan realita bangsa, akan tetapi dengan implementasi gerakan yang berbeda.

Refleksi kepemimpinan mahasiswa dalam memimpin transformasi gerakan ini harus dilakukan dengan semangat penyadaran akan realita masyarakat dan bangsa, menumbuhkan kepedulian yang murni, dan semangat integritas serta pembelajaran yang dimaknai sebagai pemicu semangat untuk berkontribusi. Kritis, ilmiah, pelopor, inisiatif, dinamis, serta kata-kata lainnya yang merupakan sikap dan sifat yang harus disandang oleh mahasiswa di zaman ini. Ingatlah bahwa bangsa ini merindukan putra-putrinya untuk memimpin. Untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam membangun peradaban bangsa.

Kesadaran adalah matahari

Kesabaran adalah bumi

Keberanian menjadi Cakrawala

Dan Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata

-WS Rendra-

Title : Transformasi Gerakan Mahasiswa Dalam Membangun Peradaban Bangsa
Description : Bangsa ini sedang berada pada persimpangan sejarah. Sedang kebingungan ke mana akan melangkah. Bangsa ini perlu ada yang memandu. Bangsa ini...

0 Response to "Transformasi Gerakan Mahasiswa Dalam Membangun Peradaban Bangsa"

Post a Comment

Powered by Blogger.